Media Massa, Media Adu Domba

media adu domba

Modernis.co, Malang – Kecanggihan teknologi saat ini adalah hal yang tidak dapat kita pungkiri, salah satunya kecanggihan teknologi seluler yang bertujuan untuk informasi dan komunikasi. Jika dulu untuk melakukan interaksi satu sama lain harus bertemu, bertatap muka ataupun mengirim surat melalui pos-pos yang ada, jika dimasa kerajaan untuk mengirim surat kepada kerajaan lainnya harus melalui burung merpati atau prajuritnya dengan menempuh waktu yang cukup lama.

Maka perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini adalah tawaran dan solusi untuk mempermudah kegiatan masa lalu, yang tidak bisa kita hindari.

Jika kita menelusuri perkembangan masuknya teknologi informasi dan komunikasi berbasis seluler ini, di indonesia misalnya ada beberapa tahapan. Generasi pertama, yaitu sejak sekitar tahun 1984-1985 an. Pertama kali hadir dan diperkenalkan di indonesia dengan basis NMT (Nordic Mobile Telephone). System NMT ini ada dua macam, yaitu NMT 450 berkapasitas rendah dan NMT 900 berkapasitas tinggi.

Generasi kedua, yaitu sejak pada pertengahan 1990-an, ponsel generasi ini biasa juga disebut jaringan 2G dengan frekuensi standart 900 Mhz dan Frekuensi 1800 Mhz. Generasi ketiga, yaitu biasa juga disebut dengan 3G, memiliki jangkauan yang lebih luas, internet dan video call berteknologi tinggi. Generasi keempat, yaitu disebut juga 4G, system 4G menjadikan suara, data, dan arus multimedia dapat sampai kepada pengguna kapan saja dan dimana saja.

Semula adanya teknologi telpon seluler ini semata-mata untuk mempermudah komunikasi antara satu dengan yang lain, jarak dekat maupun jarak jauh, laki-perempuan, tua-muda, bos-anak buah, juga mempermudah hubungan kerja. Berbeda halnya dengan masa kini, tidak hanya digunakan untuk itu saja, ditambah lagi dengan mulai berkembangnya aplikasi-aplikasi sosial media yang seharusnya menambah kemudahan, tapi sekarang marak digunakan untuk mengumbar eksistensi dan kealay-an.

Semua itu bisa dilihat seperti yang terdapat pada aplikasi Instagram, Whatsapp, Twitter, Line, Facebook, BBM, YouTube, Snapchat, BigoLive, OmeTV, LiveMe, Hago, Tik-Tok dan aplikasi lainnya. Banyak keburukan dan kerusakan yang bisa terjadi, manakala penggunanya tidak bijak dalam menggunakan, terlebih lagi penggunaannya yang bisa kita bawa kemana-mana sesuka kita, baik itu mengarah kepada hal positif atau negatif.

Media, Alat Adu Domba Politik
Sejatinya baik dan buruk dari perkembangan teknologi seluler ini tergantung kepada penggunanya sendiri, sehingga terkadang tidak dapat dibendung lagi informasi yang muncul melalui media saat ini, baik informasi yang positif maupun yang negatif, mana informasi yang hoax-otentik, tinggal bagaimana cara bijak kita untuk memfilter data-data informasi tersebut.

Tak heran jika saat ini sering kita jumpai di media sosial orang berbondong-bondong menyajikan berita, informasi, kabar, postingan. Seolah-olah hendak mengatakan “beginilah keadaannya, inilah yg benar, inilah yang sesungguhnya, kalian salah!, Kita Benar!, mereka dusta!”, entah itu memang benar, atau sifatnya hanya provokasi saja. Bahkan sampai ada yang mengatakan inilah jalan dakwah kita, terlepas memang itu bernilai baik isinya.

Tidak hanya itu, bahkan saat ini pun tokoh-tokoh publik, elite politik, masyarakat sipil dan komponen-komponen organisasi atau partai politik pun juga tidak luput dari keikutsertaan menggunakan dan memanfaatkan media sosial yang berkembang saat ini, entah itu hanya sekedar untuk memanifestasikan hasil pikirannya, menyampaikan pernyataan darinya atau diplomasi politis dari kepentingan-kepentingan yang ada dibelakangnya.

Oleh para politisi dimanfaatkan dengan baik semua kemudahan dan kecanggihan itu, sebagaimana yang pernah dikatakan Najwa Shihab tentang politisi; “Politisi adalah orang yang melebih-lebihkan maksud atau terkadang dengan jelas menyembunyikan kepentingan yang terlihat”, kalimat ini tentu juga dimaksudkan kepada media sebagai sarana mereka.

Tidak heran jika yang terjadi hari ini di laman media massa, sering kita jumpai hal-hal yang serupa dengan apa yang telah saya tuliskan diatas. Dan parahnya semua itu menjadi tontonan bagi segala usia, dimana para politisi partai saling adu kekuatan (non fisik), saling menjatuhkan, saling mengungkap kebobrokan lawan, demi mendapatkan suatu kepercayaan dari khalayak ramai, untuk mendapatkan dukungan agar kepentingan berjalan lancar, semua itu di umbar di media sosial.

Ditambah lagi pada tahun-tahun politik seperti ini, isu yang berkembang saat ini layaknya menu makanan yang disajikan di media sosial oleh setiap restoran (tim sukses) yang berbeda, di goreng sana, goreng sini, akhirnya menjadikan satu tafsiran cita rasa yang berbeda dari setiap penggorengannya.

Masalah ini juga pernah dibahas dalam acara “Apa Kabar Indonesia Malam yang berjudul-‘Seberapa Gereget Timses Adu Goreng Isu (11/10)”. Salah satunya isu yang digoreng adalah kasus hoax Ratna Sarumpaet, kenaikan BBM, nilai tukar rupiah dll, bahwa sebenarnya siapa yang lebih dulu mulai menggoreng isu-isu tersebut, akhirnya terjadilah perang sindiran dalam narasi politik saat ini.

Sedikit saya tarik kembali, bahwasannya semua isu yang digoreng tersebut pada hakikatnya adalah untuk kepentingan pemilihan Presiden 2019, yang nantinya akan dikampanyekan. Yang satu mengatakan bahwa ia telah berhasil membangun inilah, itulah, sedang yang satu lagi juga tidak mau kalah menggaung-gaungkan integritasnya untuk suatu perubahan kedepan.

Sebenarnya tujuannya ialah sama-sama hendak menujukkan integritas dari keduanya, namun sayangnya yang terjadi adalah saling mencela, dengan menjadikan media sosial sebagai alat untuk mempublikasikannya, sehingga sangat sulit kita ketahui independensi serta objektifitasnya, inilah yang saya sebutkan sebagai media massa menjadi alat media adu domba.

Apakah memang hal yang demikian sudah menjadi sesuatu yang lumrah di setiap glanggang percaturan politik, sehingga publik dipaksa harus dewasa dalam menangkap semua hal yang terjadi, disajikan dengan awalan meraih kemenangan walaupun harus dengan caci maki dan janji-janji kampanye yang telah terpatri.

Padahal kata Kuntowijoyo (1943-2005) dalam bukunya Identitas Politik Ummat Islam dijelaskan bahwa ”sudah waktunya bangsa dan ummat ini mendapatkan yang terbaik, semua aspirasi politiknya tersalurkan, tidak berhenti dimeja kaum politisi”. Maka dari itu, semoga siapapun yang terpilih nanti, mampu membawa bangsa ini kepada kedaulatan hakiki untuk kejayaan Negeri Ibu Pertiwi.

*Oleh: Abdul Aziz Pranatha, Ketua Umum IMM Tamaddun FAI-UMM)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Leave a Comment